Pada acara itu, sang imam terlihat sedang berdiskusi dengan Rabbi Noam Marans, Direktur AJC bagian Hubungan Antar Agama dan Antar Kelompok.
Pada Mei 2018, dia pernah menulis artikel berjudul “Gereja Presbyterian Telah Dibajak oleh Aktivis Anti-Israel”. Isinya tentang gereja besar di Amerika yang dianggapnya anti-Israel, karena gereja ini menyerukan untuk diakhirinya penjajahan israel di Palestina.
Direktur utama AJC memuji keikutsertaan sang imam dengan mengatakan “Imam (Nasaruddin Umar) sejak lama telah menunjukkan komitmen dialog dan pemahaman antar iman,
"...dan kami terinspirasi dengan dedikasinya untuk terlibat secara substantif dengan Yahudi dan Yudaisme” Ted Deutch, Direktur Utama AJC.
Selesai ikut acara itu sang imam mengatakan: “Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia tapi kebanyakan orangnya memiliki sedikit pengetahuan atau informasi yang salah tentang Yahudi,
"...meskipun ada hubungan yang erat antara Islam dan Yudaisme” Prof Dr Nasaruddin Umar, Imam Masjid Istiqlal.
Dahsyatnya seluruh rentetan kerjasama pengurus Istiqlal dengan AJC itu masif terjadi pasca 7 Oktober 2023, ketika puluhan ribu penduduk Gaza meninggal dunia akibat Genosida yang dilakukan oleh penjajah Israel.
Seorang da'i asal Indonesia yang menjadi imam masjid di New York berkata “Saat ini AJC menembus banyak ke jantung dunia akademik, termasuk Universitas Islam (UIN) dan Institusi Islam”.
“Kalau tidak paham dan kurang strategi kita bisa dipakai sebagai stempel untuk tujuan mereka. Intinya sekarang ini mereka all out mengambil hati orang Islam agar menerima Israel, covernya dialog antar agama” kata Imam Shams Ali.
Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata di masjid Istiqlal terdapat American space atau Ruang Amerika yang dibangun atas kerjasama VOI (Voice of Istiqlal) dengan kedubes Amerika Serikat.
Pada tanggal 6 Juni 2023, Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Y. Kim dan Imam besar masjid Istiqlal turut dalam upacara pengguntingan pita, peresmian American Space di Masjid Istiqlal bermitra dengan VOI.
American space yang baru milik Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ini adalah yang pertama dan terletak di dalam sebuah masjid.
Ruangan Amerika itu menurut Dubes Amerika Serikat terbuka untuk siapa saja dan menjadi sarana bagi warga muslim atau non-muslim di Indonesia yang tertarik untuk berdialog dan bekerjasama.