Seorang pria menceritakan bagaimana kelompoknya dikirim ke daerah yang dikelilingi pejuang Tentara Arakan sebagai umpan meriam.
Penduduk desa Rohingya terjebak di tengah-tengah konflik. Tentara Arakan, yang memperjuangkan kendali atas Negara Bagian Rakhine, juga memberikan ancaman ambigu.
Meskipun memperingatkan Rohingya untuk tidak bergabung dengan junta, mereka juga menyita makanan dan sumber daya dari komunitas Rohingya.
Warga Rohingya dihadapkan pada pilihan yang mustahil: memihak militer yang melakukan genosida atau kelompok pemberontak yang tidak jelas niatnya terhadap mereka.
"Komunitas internasional harus bertindak cepat untuk mencegah terjadinya genosida lagi terhadap Rohingya," kata Dr. Azeem Ibrahim, direktur inisiatif khusus di Newlines Institute for Strategy and Policy di Washington.
Wajib militer paksa oleh junta militer merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan harus segera dihentikan.
Pelanggaran junta yang meluas terhadap Rohingya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, yang mana para pemimpinnya harus bertanggung jawab.
Tentara Arakan juga harus memperjelas pendiriannya terhadap Rohingya dan mengambil langkah nyata untuk melindungi penduduk sipil, mematuhi hukum perang, dan memastikan keselamatan mereka.
Lebih dari 100.000 orang, sebagian besar yang sebelumnya mengungsi akibat kekerasan, kini terpaksa meninggalkan rumah mereka lagi.
Akses terhadap bantuan dan perawatan medis sangat terbatas, sehingga kelompok rentan menghadapi risiko besar.
Bangladesh, yang menampung lebih dari satu juta pengungsi Rohingya, telah menutup perbatasannya, meninggalkan mereka yang melarikan diri dari kekerasan tanpa tempat tujuan.
Keluarga-keluarga terpaksa menggali lubang di dalam rumah mereka untuk berlindung dari pertempuran, dalam upaya putus asa untuk bertahan hidup.
Rohingya telah menanggung penderitaan yang tak terbayangkan, dan dunia tidak bisa berdiam diri saat mereka menghadapi ancaman genosida lainnya.
Tindakan mendesak diperlukan untuk mengakhiri kekerasan, memberikan bantuan kemanusiaan, dan membuka jalan bagi solusi yang adil dan langgeng yang mengakui hak-hak dasar dan martabat Rohingya.***