Berdasarkan tafsir tersebut diketahui bahwasa kiblat berarti menghadap, dan arah kiblat berarti ‘arah tempat menghadap.’
Pada awalnya kiblat tempat umat muslim menghadap saat itu adalah ke arah Masjidil Aqsa di Palestina
Namun kemudian terjadi perpindahan arah kiblat yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw dari Masjidil Aqsa ke Baitullah/Kabah
Sehingga kiblat tempat menghadap shalat hingga saat ini adalah Kabah yang berada di Masjidil Haram
Adapun hikmah perpindahan dijelaskan oleh Allah pada surah al-Baqarah ayat 143
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ
Artinya: “Kami tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang”
Di dalam Tafsir milik Kemenag juga disebutkan hikmah adanya pengalihan kiblat, yaitu menguji keimanan seseorang.
Uji keimanan tersebut bertujuan untuk mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang.
Oleh karena adanya perpindahan ini, maka dasarnya kiblat juga dapat dimaknai sebagai Baitullah/Kabah itu sendiri.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar dalam bukunya “Kabah dan Problematika Arah Kiblat”
Meskipun memiliki banyak pengertian, kiblat merupakan jarak terpendek untuk menuju ke arah Kabah***