Bisnispun dimulai, pada musim pertama peternakan mereka langsung meroket.
Lalu kesepakatan baru dibuat dengan menaikan jatah keuntungan untuk mitra kesepuluh dari 10 persen menjadi 20 persen sampai akhirnya 50 persen.
Cara yang dilakukan untuk mengalokasikan keuntungan dari mitra kesepuluh yaitu dengan membangun sekolah dasar islam putra, kemudian sekolah dasar islam putri.
Kemudian dilanjutkan dengan mendirikan sekolah menengah islam putra kemudian putri.
Dilanjutkan dengan Aliyah putra lalu putri. Karena keuntungan terus bertambah maka dibentuklah Baitul mal.
Sampai akhirnya mereka mengajukan pembangunan Universitas di kampung tersebut ke pemerintah.
Namun awalnya proposal tersebut ditolak karena akses transportasi yang sulit ke kampung tersebut.
Kemudian mereka mengajukan kembali pembangunan universitas dilengkapi dengan stasiun kereta dan jalurnya dengan keseluruhan biaya ditanggung secara mandiri.
Universitas ini menjadi yang pertama dibangun di perkampungan kecil.
Mahasiswa banyak berdatangan dan terus berkembang sampai dilengkapi 600 kamar asrama putri dan 1000 kamar asrama putra.
Tidak cukup hanya itu, Ir Sholah Athiyah membangun Baitul mal di kampung lain, bantuan tersebut diberikan kepada fakir miskin dan para janda.
Kemudian para pemuda yang pengangguran dilatih untuk mengelola perkebunan sayur hingga ketika panen raya seluruh penduduk dikirim paket sayur.
Pada bulan Ramadan diadakan buka puasa bersama untuk seluruh warga kampung yang diadakan di lapangan dengan beraneka ragam makanan lezat.