Film horor menjadi alternatif yang menarik karena menawarkan ketegangan dan sensasi yang sulit ditemukan di genre lain.
Momentum ini dimanfaatkan oleh sineas sejak lama. Salah satu film yang menjadi pionir adalah Black Christmas pada tahun 1974.
Film tersebut mengangkat kisah pembunuhan yang terjadi selama perayaan Natal. Keberhasilannya membuka jalan bagi lahirnya sub-genre film horor bertema liburan.
Keberhasilan serupa juga diraih oleh Silent Night, Deadly Night pada 1984. Film ini menampilkan Santa Claus sebagai pembunuh, yang secara budaya dianggap bertentangan dengan citra Santa sebagai simbol kebahagiaan dan kebaikan.
Meski memicu kontroversi, film ini justru mendapatkan perhatian besar dan sukses secara komersial.
Kontroversi tersebut kemudian menjadi elemen strategis bagi para sineas untuk menarik minat penonton.
Dengan berjalannya waktu, tema horor yang mengangkat Natal menjadi semakin ekstrim.
Serial seperti Terrifier bahkan menciptakan adegan yang melampaui batas dengan menampilkan Santa Claus dalam suasana yang penuh kekerasan.
Penonton pun tampaknya semakin terbiasa dengan representasi ini, sehingga film-film serupa terus bermunculan di akhir tahun.
Faktor lain yang mendukung adalah suasana musim dingin. Malam yang panjang dan udara dingin menciptakan atmosfer yang sempurna untuk menikmati cerita menyeramkan.
Film horor menawarkan pengalaman yang sesuai dengan kondisi ini, terutama bagi mereka yang ingin menikmati suasana malam yang tidak biasa.
Secara keseluruhan, perpaduan tradisi, strategi pemasaran, dan selera penonton menjadikan film horor sebagai pilihan favorit di akhir tahun.
Genre ini telah berkembang dari sekadar hiburan menjadi bagian dari tradisi yang dinikmati berbagai kalangan.
Film horor, dengan keunikannya, terus menghadirkan pengalaman menonton yang relevan dan menghibur di setiap musim liburan.***